LAPORAN
PENDAHULUAN
PADA PASIEN NEFROTIK SINDROM
A.
Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi
dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang
terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema
dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000,
832).
B.
Etiologi
Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi 3
yaitu:
1.Primer/ Idiopatik
a. Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengn
sebab tidak diketahui.
b. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 – 7
tahun)
c. Pria dan wanita 2 : 1
d. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena
penyakit tertentu.
b. Karena infeksi, keganasan, obat-obtan, penyakit
multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, bahan kimia, penyakit metabolik,
penyakit kolagen, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis
arteri renalis, obesitas masif, glomerulonefritis akut/kronis.
c. Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan
tubuh/ gangguan imunitas, respon alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan
respon imun (abnormal immunoglobulin)
d. Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh
dibetes mellitus
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi
fetomaternal
b. Herediter Resisten gen
c. Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi
Ginjal
Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan
rusaknya glomeruli ginjal dan sering mengakibatkan timbulnya proteinuria
tentunya mempercepat timbulnya Nefrotik syndrome:
a. Amiloidosis
b. Congenital nephrosis
c. Focal segmental glomerular sclerosis (FSGS)
Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak
membran pelindung protein
d. Glomerulonephritis (GN)
e. IgA nephropathy (Berger's disease)
f. Minimal change disease (Nil's disease)
g. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
a. Usia kurang dari 1 tahun
b. Usia kurang dari 15 tahun
c. Usia 15 sampai 40 tahun
C.
Fatofisiologi
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan
proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik
plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke
intestisial.
Volume plasma,curah jantung dan kecepatan filtrasi
glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang
sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid,
lipoprotein dan trigliserida.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan
berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam
interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal
karena hypovolemi.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan
kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan
sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi
retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat
dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
dan penurunan onkotik plasma
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein,
dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng.
(Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217).
D.
Manifestasi klinik
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema
biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya
lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat Hematuri, azotemeia hipertensi ringan
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat
dan keletihan umumnya
terjadi.
6. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa ususs
7. .Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz,
Cecily L.2002 : 335)
E.
Pemeriksaan diagnostic
1. Uji urine
a. Protein urin – meningkat
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Uji darah
a. Albumin serum – menurun
b. Kolesterol serum – meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) – meningkat
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit
perorangan.
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan
secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).
F.
Penatalaksanaan Medik
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan
natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari
2. .Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam,
dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada
beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler
berat.
3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional
Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis
60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28
hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan
ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
c. .Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada
infeksi
d. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi
vital (Arif Mansjoer,2000)
G.
Komplikasi
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang
rendah akibat Hipoalbuminemi
b. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<
1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem
koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau
kegagalan ginjal. (Rauf, .2002 : .27-28).
H.
Diagnosa dan Rencana Keperawatan
Sindrom Nefrotik
I.
a. Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Tujuan:
volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil
penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat
600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional :
Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ
urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen
terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama.
Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam.
Rasional : Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan
protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah
rusaknya hemdinamik ginjal.
b. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan :
kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu
makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan
dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi :
1. Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional :
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional :
Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan Diare sebagai reaksi edema
intestinal
3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup.
Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh
yang menurun.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda
infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga
dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui
pembatasan pengunjung.
Rasional : Meminimalkan masuknya organisme.
2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional :
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
3. Tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah
terjadinya infeksi nosokomial.
4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional :
Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat
mencegah sepsis.
d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan
yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan:
kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil
kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal
mengatakan tidak takut.
Intervensi :
1. Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan
adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya
2. Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan
hubungan, meningkatan ekspresi perasaan.
3. Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan
yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto
keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes,
M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidajat,
R % Jong Wim De. 1998. Buku ajar bedah.
Jakarta : EGC
Suddarth&Brunner.1996.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Mosby.St.louis.
Tambayong,
jan. 2000. Patofisiologi
untuk keperawatan. Jakarta EGC